ASPEK HUKUM DAN LEGISLASI DALAM PELAYANAN KEBIDANAN
UNDANG—UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2019 TENTANG KEBIDANAN
UNDANG-UNDANG TENTANG KEBIDANAN.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang—Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Kebidanan -adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan kepada perempuan selama masa sebelum hamil, masa kehamilan, persalinan, pascapersalinan, masa nifas, bayi baru lahir, bayi, balita, dan anak prasekolah, termasuk kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana sesuai dengan tugas dan wewenangnya.
2. Pelayanan Kebidanan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan secara mandiri, kolaborasi, dan/ atau rujukan.
3. Bidan adalah seorang perempuan yang telah menyelesaikan program pendidikan Kebidanan baik di dalam negeri maupun di luar negeri yang diakui secara sah oleh Pemerintah Pusat dan telah memenuhi persyaratan untuk melakukan praktik Kebidanan.
4. Praktik Kebidanan adalah kegiatan pemberian pelayanan yang dilakukan oleh Bidan dalam bentuk asuhan kebidanan.
5. Asuhan Kebidanan adalah rangkaian kegiatan yang didasarkan pada proses pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh Bidan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat Kebidanan.
6. Kompetensi Bidan adalah kemampuan yang dimiliki oleh Bidan yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk memberikan Pelayanan Kebidanan.
7. Uji Kompetensi adalah proses pengukuran pengetahuan, keterampilan, dan perilaku peserta didik pada perguruan tinggi yang menyelenggarakan program studi Kebidanan.
8. Sertifikat Kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap Kompetensi Bidan yang telah lulus Uji Kompetensi untuk melakukan Praktik Kebidanan.
9. Sertifikat Profesi adalah surat tanda pengakuan untuk melakukan Praktik Kebidanan yang diperoleh lulusan pendidikan profesi.
10.Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap Bidan yang telah memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lain serta mempunyai pengakuan secara hukum untuk menjalankan Praktik Kebidanan.
11. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh konsil Kebidanan kepada Bidan yang telah diregistrI.
12. Surat Izin Praktik Bidan yang selanjutnya disingkat SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/ kota kepada Bidan sebagai pemberian kewenangan untuk menjalankan Praktik Kebidanan.
13. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/ atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang pelayanannya dilakukan oleh pemerintah dan/ atau masyarakat.
14. Tempat Praktik Mandiri Bidan adalah Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang diselenggarakan oleh Bidan lulusan pendidikan profesi untuk memberikan pelayanan langsung kepada klien.
13. Bidan Warga Negara Asing adalah Bidan yang berstatus bukan Warga Negara Indonesia.
16. Klien adalah perseorangan, keluarga, atau kelompok yang melakukan konsultasi kesehatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan secara langsung maupun tidak langsung oleh Bidan.
17. Organisasi Profesi Bidan adalah wadah yang menghimpun Bidan secara nasional dan berbadan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
18. Konsil Kebidanan yang selanjutnya disebut Konsil adalah bagian dari Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia yang tugas, fungsi, wewenang, dan keanggotaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
19. Wahana Pendidikan Kebidanan adalah Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang digunakan sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan Kebidanan.
LEBIH LANJUT LIHAT PDF UU KEBIDANAN
LIHAT BUKU KEBIDANAN
Konsep Kebidanan dan Etikolegal Dalam Praktik Kebidanan
https://drive.google.com/file/d/1jK3C9XL73Yex1-Q_IPJgBD5NQCjvv4Qq/view?usp=sharing
INFORMED CONSENT
A. PENGERTIAN INFORMED CONSENT
Persetujuan/consent penting dilihat dari sudut pandang bidan, karena berkaitan dengan aspek hukum yang memberikan otoritas untuk semua prosedur yang akan dilakukan oleh bidan.
Ada beberapa pengertian informed consent yaitu :
1. Menurut D. Veronika Komalawati, SH , “Informed Consent” dirumuskan sebagai “suatu kesepakatan/persetujuan pasien atas upaya medis yang akan dilakukan dokter terhadap dirinya setelah memperoleh informasi dari dokter mengenai upaya medis yang dapat dilakukan untuk menolong dirinya disertai informasi mengenai segala risiko yang mungkin terjadi.
2. Persetujuan dari pasien atau keluarganya terhadap tindakan medik yang akan dilakukan terhadap dirinya atau keluarganya setelah mendapat penjelasan yang adekuat dari dokter / tenaga medis
B. TUJUAN INFORMED CONSENT
Tujuan Informed Consent yaitu untuk melindungi pasien dari tindakan medis yang dilakukan tanpa sepengetahuannya, tindakan medis yang sebenarnya tidak diperlukan dan secara medik tidak ada dasar pembenarannya, tindakan medis yang bertentangan dengan hak asasi pasien dan standar profesi medis, penyalahgunaan alat canggih yang berbiaya tinggi yang sebenarnya tidak perlu.
Melindungi dokter / tenaga kesehatan terhadap suatu kegagalan, karena prosedur medik modern tidak tanpa risiko dan pada setiap tindakan medik melekat suatu risiko.
DASAR HUKUM
Informed Consent untuk tindakan medik telah diatur dalam Permenkes No. 290/2008 sebagai langkah yang paling penting untuk mencegah terjadinya konflik dalam masalah etik antara tenaga kesehatan / bidan dengan pasien. Dasar hukum proses Informed Consent :
1. UUD RI tahun 1945
2. UU No.39/1999 tentang HAM
3. UU No.36/2009 tentang Kesehatan
4. UU No.44/2009 tentang Rumah Sakit
5. UU No. 29/2004 tentang Praktik Kedokteran
6. UU No. 04/2019 tentang Kebidanan
7. UU NO. 36 /2014 tentang Keperawatan
8. Permenkes No.290/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran
Sedangkan aspek hukum persetujuan tindakan medis:
1. Pasal 1320 KUH Perdata syarat sahnya persetujuan
2. KUH Pidana pasal 351
3. UU No. 23/1992 tentang Kesehatan pasal 53
4. UU No. 29/2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 45 ayat 1-6
BENTUK INFORMED CONSENT
Informed Consent terdiri dari 2 bentuk yaitu :
1. Implied Consent
Yaitu persetujuan yang dianggap telah diberikan walaupun tanpa pernyataan resmi yaitu pada keadaan emergency yang mengancam jiwa pasien, tindakan penyelamatan kehidupan tidak memerlukan persetujuan tindakan medik
2. Expressed Consent
Yaitu persetujuan tindakan medik yang diberikan secara explisit baik secara lisan maupun tertulis. Sekalipun bentuk persetujuan secara tersirat dapat dibenarkan namun akan lebih baik bila persetujuan klien dinyatakan dalam bentuk tertulis karena hal ini dapat menjadi bukti yang lebih kuat di masa mendatang bila dibutuhkan.
Proses penggunaan Informed Consent :
1. Pasien mendapat informasi yang cukup mengenai rencana tindakan medis yang akan dialaminya dan risiko dan keuntungan-keuntungan suatu perawatan dan alternatifnya
2. Pasien mempunyai kesempatan bertanya tentang hal-hal seputar medis yang akan diterimanya tersebut apabila informasi yang diberikan dirasakan masih belum jelas dan mendapatkan jawaban yang memuaskan
3. Pasien harus mempunyai waktu yang diperlukan untuk mendiskusikan rencana dengan keluarga
4. Pasien bisa menggunakan informasi untuk membantu membuat keputusan yang terbaik
5. Pasien mengkomunikasikan keputusan ke tim perawatan dokter
6. Pasien berhak menolak rencana tindakan medis tersebut
7. Format yang telah diisi dan ditandatangani adalah suatu dokumen sah yang mengizinkan dokter untuk melanjutkan perawatan yang telah direncanakan
8. Proses atau tindakan yang akan dilakukan dan pasien diminta untuk mempertimbangkan suatu perawatan sebelum pasien setuju akan tindakan tersebut
Lihat pdf Informed Consent
https://drive.google.com/file/d/1unzPbedmvETlbBA_fGVttvFItJRDOfMF/view?usp=sharing
Lihat FORMULIR INFORMED CONSENT
https://drive.google.com/file/d/1YagBtefqKJNk9EbqWSKJCvyuyLsTRynL/view?usp=sharing
Tidak ada komentar:
Posting Komentar