Rabu, 20 Oktober 2021

ETIKA DAN LEGAL KEPERAWATAN

 ETIKA DAN LEGAL KEPERAWATAN

 

ETIKA, NORMA & BUDI PEKERTI

 

PENGERTIAN ETIKA

Etika (Yunani Kuno: "ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalah sebuah sesuatu di mana dan kaya gimana cabang utama filsafat yang menyidik jauh nilai atau nilai mutu yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian mora Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. St. John of Damascus (abad ke-7 Masehi) menempatkan etika di dalam kajian filsafat praktis (practical philosophy).

Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita[butuh. rujukan] kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang lain Perihal dengan pendapat orang lain. untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.

Secara metodologis, tidak setiap Hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi lain Perihal dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.

Etika terbagi menjadi tiga daerah utama: meta-etika (studi konsep etika), etika normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika).

 

Jenis-Jenis Etika:

a.    Etika filosofis

Etika filosofis adalah etika yang dipandang dari sudut filsafat. Kata filosofis sendiri berasal dari kata “philosophis” yang asalnya dari bahasa Yunani yakni: “philos” yang berarti cinta, dan “sophia” yang berarti kebenaran atau kebijaksanaan.

Etika filosofis adalah etika yang menguraikan pokok-pokok etika atau moral rujukan oleh pandangan filsafat. Dalam filsafat yang diuraikan terbatas pada baik-buruk, masalah hak-kewajiban, maslah nilai-nilai moral secara mendasar. Disini ditinjau hubungan antara moral dan kemanusiaan secraa mendalam dengan memasang rasio sebagai dasar untuk menganalisa.

b.    Etika teologis

Etika teologis adalah etika yang mengajarkan hal-hal yang baik dan buruk berdasarkan ajaran-ajaran agama. Etika ini memandang semua perbuatan moral sebagai:

1.    Perbuatan-perbuatan yang mewujudkan kehendak Tuhan atau sesuai dengan kehendak Tuhan

2.    Perbuatan-perbuatan sebagai perwujudan cinta kasih kepada Tuhan

3.    Perbuatan-perbuatan sebagai penyerahan diri kepada Tuhan

    Orang beragama mempunyai keyakinan bahwa tidak bisa jadi moral itu dibangun dengan tak agama atau dengan tak menjalankan ajaran-ajaran Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. asal pati pengetahuan dan kebenaran etika ini adalah kitab suci

c.     Etika sosiologis

Etika sosiologis lain hal dengan dua etika lebih awal. Etika ini menitik beratkan pada keselamatan ataupun kesejahteraan hidup bermasyarakat.

Etika sosiologis memandang etika sebagai alat mencapai keamanan, keselamatan, dan kesejahteraan hidup bermasyarakat. Jadi etika sosiologis lebih menyibukkan diri dengan pembicaraan tentang kaya gimana seharusnya seseorang menjalankan hidupnya dalam hubungannya dengan masyarakat

 

Hubungan Antara Etika Filosofis dan Etika Teologis

Terdapat perdebatan mengenai posisi etika filosofis dan etika teologis di dalam ranah etika. Sepanjang sejarah pertemuan antara kedua etika ini, ada tiga jawaban menonjol yang dikemukakan mengenai pertanyaan di atas, yaitu:

1.    Revisionisme

Tanggapan ini berasal dari Augustinus (354-430) yang menyatakan bahwa etika teologis bertugas untuk merevisi, yaitu mengoreksi dan memperbaiki etika filosofis

2.    Sintesis

Jawaban ini dikemukakan oleh Thomas Aquinas (1225-1274) yang menyintesiskan etika filosofis dan etika teologis sedemikian rupa, hingga kedua jenis etika ini, dengan mempertahankan identitas masing-masing, menjadi suatu entitas baru. Hasilnya adalah etika filosofis menjadi lapisan bawah yang bersifat umum, sedangkan etika teologis menjadi lapisan atas yang bersifat khusus.

3.    Diaparalelisme

Jawaban ini diberikan oleh FED. Schleiermacher (1768-1834) yang menganggap etika teologis dan etika filosofis sebagai gejala-gejala yang sejajar. Hal tersebut dapat diumpamakan seperti sepasang rel kereta api yang sejajar.

Mengenai pandangan-pandangan di atas, ada beberapa keberatan. mengenai pandangan Augustinus, dapat dilihat dengan jelas bahwa etika filosofis tidak dihormati setingkat dengan etika teologis terhadap pandangan Thomas Aquinas, kritik yang dilancarkan juga sebanding yaitu belum dihormatinya etika filosofis yang setara dengan etika teologis, walaupun kedudukan etika filosofis telah diperkuat. Terakhir, terhadap pandangan Schleiermacher, diberikan kritik bahwa meskipun keduanya telah dianggap setingkat namun belum ada pertemuan di antara mereka.

Ada pendapat lain yang menyatakan perlunya suatu hubungan yang dialogis antara keduanya. Dengan hubungan dialogis ini maka relasi keduanya dapat terjalin dan bukan hanya saling menatap dari dua horizon yang paralel saja. Selanjutnya diharapkan dari hubungan yang dialogis ini dapat dicapai suatu tujuan bersama yang mulia, yaitu membantu manusia dalam kaya gimana ia seharusnya hidup.

 

 

Macam-Macam Etika

 

ETIKA DESKRIPTIF, merupakan etika yang berusaha membidik secara kritis dan rasional tingkah laku dan prilaku manusia dan apa yang dicari oleh manusia dalam kehidup ini sebagai sesuatu yang mempunyai nilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mendapatkan keputusan tentang prilaku atau tingkah laku yang mau didapat.

 

ETIKA NORMATIF, merupakan etika yang berusaha menetapkan berbagai tingkah laku dan pola prilaku baik yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam kehidup ini sebagai sesuatu yang mempunyai nilai moral. Etika normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan bagan tindakan yang akan diputuskan.

 

Etika secara umum dapat dibagi lagi menjadi 2 yaitu :

 

1. ETIKA UMUM,

Berbicara mengenai keadaan dasar bagaimana manusia bertindak secara etis atau baik, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan konsep moral standar yang menjadi pedoman bagi manusia dalam bertindak serta menjadi tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat di artikan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian umum dan teori teori.

 

2. ETIKA KHUSUS,

Merupakan penerapan konsep moral standar dalam situasi kehidupan yang khusus. Penerapan ini bisa berwujud :

Bagaimana saya mengambil keputusan dan bertindak dalam bagan kehidupan dan kegiatan khusus yang saya lakukan, yang didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar.

 

ETIKA KHUSUS dibagi lagi menjadi 2 bagian yaitu :

 

a. Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri.

b. Etika sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota umat manusia

SISTEMATIKA ETIKA

Etika secara umum dapat dibagi menjadi etika umum dan etika khusus. Etika umum berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan secara etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolok ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat dianalogikan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas, mengenai pengertian umum dan teori-teori.

Etika khusus adalah penerapan prinsip-prinsip moral dalam bidang kehidupan khusus. Penerapan ini bisa berwujud: bagaimana saya mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang saya lakukan, yang disadari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Namun, penerapan itu dapat berwujud; bagaimana saya menilai perilaku pribadi saya dan orang lain dalam suatu bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang dlatarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis; cara bagaimana manusia mengambil suatu keputusan atau tindakan, dan teori serta prinsip moral dasar yang ada di baliknya.

Etika khusus dibagi lagi menjadi dua etika yaitu etika individual dan etika sosial. Etika individual menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri. Etika sosial berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota umat manusia. Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia, baik secara perorangan maupun secara bersama dan dalam bentuk kelembagaan (keluarga, masyarakat, negara), sikap kritis terhadap pandangan-pandangan dunia dan ideologi, sikap dan pola perilaku dalam bidang kegiatan masing-masing, maupun tentang tanggungjawab manusia terhdapa makhluk hidup lainnya, serta alam semesta pada umumnya.

 

TUJUAN ETIKA

Untuk mendapatkan konsep yang sebanding mengenai penilaian baik dan buruk bagi semua manusia dalam ruang dan waktu terdefinisi jelas.

1.    PENGERTIAN BAIK

    Sesuatu Hal dikatakan baik bila ia mendatangkan rahmat, dan memberikan perasaan senang, atau bahagia (Sesuatu dikatakan baik bila ia dihargai secara positif).

2.    PENGERTIAN BURUK

    Segala yang tercela. Perbuatan buruk berarti perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma masyarakat yang berlaku.

CARA PENILAIAN BAIK dan BURUK

Menurut Ajaran Agama, Adat Kebiasaan, Kebahagiaan, Bisikan Hati (Intuisi), Evolusi, Utilitarisme, Paham Eudaemonisme, Aliran Pragmatisme, Aliran Positivisme, Aliran Naturalisme, Aliran Vitalisme, Aliran Idealisme, Aliran Eksistensialisme, Aliran Marxisme, Aliran Komunisme

PENGERTIAN PROFESI

Belum ada kata sepakat mengenai pengertian profesi karena tidak ada standar pekerjaan/tugas yang bagaimanakah yang bisa dikatakan sebagai profesi. ada yang mengatakan bahwa profesi adalah “jabatan seseorang walau profesi tersebut tidak bersifat komersial”. Secara tradisional ada 4 profesi yang sudah dikenal yaitu kedokteran, hukum, pendidikan, dan kependetaan PROFESIONALISME.

Biasanya dipahami sebagai suatu nilai mutu yang wajib dipunyai oleh setiap eksekutif yang baik.

Ciri-ciri profesionalisme:

1.    Punya ketrampilan yang tinggi dalam suatu bidang serta kemahiran dalam memasang peralatan terdefinisi jelas yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas yang berhubungan dengan bidang tadi

2.    Punya ilmu dan pengalaman serta kecerdasan dalam menganalisis suatu masalah dan peka di dalam membaca terhadap masa cepat dan tepat serta cermat dalam mengambil keputusan terbaik atas dasar kepekaan

3.    Punya sikap berorientasi ke depan sehingga mempunyai kemampuan mengantisipasi perkembangan lingkungan yang terbentang di hadapannya

4.    Punya sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi serta terbuka menyimak dan menghargai pendapat orang lain, namun cermat dalam memilih yang terbaik bagi diri dan perkembangan pribadinya

 

CIRI KHAS PROFESI

Menurut artikel dalam International Encyclopedia of education, ada 10 ciri khas suatu profesi, yaitu:

1.    Suatu bidang pekerjaan yang terorganisir dari jenis intelektual yang terus berkembang dan diperluas

2.    Suatu teknik intelektual

3.    Penerapan praktis dari teknik intelektual pada urusan praktis

4.    Suatu periode panjang untuk pelatihan dan sertifikasi

5.    Beberapa standar dan pernyataan tentang etika yang dapat diselenggarakan

6.    Kemampuan untuk kepemimpinan pada profesi sendiri

7.    Asosiasi dari anggota profesi yang menjadi suatu kelompok yang erat dengan nilai mutu komunikasi yang tinggi antar anggotanya

8.    Pengakuan sebagai profesi

9.    Perhatian yang profesional terhadap penggunaan yang bertanggung jawab dari pekerjaan profesi

10.  Hubungan yang erat dengan profesi lain

 

 

TUJUAN ETIKA PROFESI

Prinsip-prinsip umum yang dirumuskan dalam suatu profesi akan lain Perihal satu dengan yang lainnya.

Hal ini disebabkan perbedaan adat, kebiasaan, kebudayaan, dan peranan tenaga ahli profesi yang didefinisikan dalam suatu negar tidak setara Adapun yang menjadi tujuan pokok dari rumusan etika yang dituangkan dalam kode etik (Code of conduct) profesi adalah:

1.    Standar-standar etika menjelaskan dan menetapkan tanggung jawab terhadap klien, institusi, dan masyarakat pada umumnya

2.    Standar-standar etika membantu tenaga ahli profesi dalam menentukan apa yang sesegera bisa jadi mereka perbuat kalau mereka menghadapi dilema-dilema etika dalam pekerjaan

3.    Standar-standar etika membiarkan profesi menjaga reputasi atau nama dan fungsi-fungsi profesi dalam masyarakat melawan kelakuan-kelakuan yang jahat dari anggota-anggota tertentu

4.    Standar-standar etika mencerminkan / membayangkan pengharapan moral-moral dari komunitas, dengan demikian standar-standar etika menjamin bahwa para anggota profesi akan menaati kitab UU etika (kode etik) profesi dalam pelayanannya

5.    Standar-standar etika merupakan dasar untuk menjaga kelakuan dan integritas atau kejujuran dari tenaga ahli profesi

 

Perlu diketahui bahwa kode etik profesi adalah tidak sebanding dengan hukum (atau undang-undang). Seorang ahli profesi yang melanggar kode etik profesi akan memperoleh sangsi atau denda dari induk organisasi profesinya.

 

PERANAN ETIKA DALAM PROFESI

            Nilai-nilai etika itu tidak hanya milik satu atau dua orang, atau segolongan orang saja, tetapi milik setiap kelompok masyarakat, bahkan kelompok yang paling kecil yaitu keluarga sampai pada suatu bangsa. Dengan nilai-nilai etika tersebut, suatu kelompok diharapkan akan mempunyai tata nilai untuk mengatur kehidupan bersama.

            Salah satu golongan masyarakat yang mempunyai nilai-nilai yang menjadi landasan dalam pergaulan baik dengan kelompok atau masyarakat umumnya maupun dengan sesama anggotanya, yaitu masyarakat profesional. Golongan ini sering menjadi pusat perhatian karena adanya tata nilai yang mengatur dan tertuang secara tertulis (yaitu kode etik profesi) dan diharapkan menjadi pegangan para anggotanya.

            Sorotan masyarakat menjadi semakin tajam manakala perilaku-perilaku sebagian para anggota profesi yang tidak didasarkan pada nilai-nilai pergaulan yang telah disepakati bersama (tertuang dalam kode etik profesi), sehingga terjadi kemerosotan etik pada masyarakat profesi tersebut. Sebagai contohnya adalah pada profesi hukum dikenal adanya mafia peradilan, demikian juga pada profesi dokter dengan pendirian klinik super spesialis di daerah mewah, sehingga masyarakat miskin tidak mungkin menjamahnya.

TINJAUN UMUM ETIKA PROFESI

Etika profesi menjadi topik pembicaraan yang sangat penting dalam masyarakat sekarang ini. Terjadinya krisis multidimensi di Indonesia menyadarkan masyarakat untuk mengutamakan perilaku etis karena selama ini perilaku etis selalu diabaikan. Etis menjadi kebutuhan penting bagi semua profesi yang ada agar tidak melakukan tindakan yang menyimpang dari hukum.

Profesi pada hakekatnya adalah suatu pernyataan atau suatu janji terbuka, bahwa seseorang akan mengabdikan dirinya kepada suatu jabatan atau pekerjaan dalam arti biasa karena orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan tersebut. Suatu profesi bukanlah dimaksud untuk mencari keuntungan bagi dirinya sendiri, melainkan untuk pengabdian kepada masyarakat. Ini berarti profesi tidak boleh sampai merugikan, merusak atau menimbulkan kerugian bagi orang dan masyarakat. Sebaliknya profesi itu harus berusaha menimbulkan kebaikan, keberuntungan dan kesempurnaan serta kesejahteraan bagi masyarakat. Ini berarti seorang tenaga kesehatan harus lebih mengutamakan kepentingan masyarakat untuk meningkatkan produktifitas fasilitas pelayanan kesehatan.

Menurut Franz Magnis Suseno (1991), etika profesi adalah bagian dari etika sosial, yaitu filsafat atau pemikiran kritis rasional tentang kewajiban dan tanggung jawab manusia sebagai anggota umat manusia. Profesi dapat dibedakan menjadi profesi pada umumnya (seperti: profesi hukum, profesi kesehatan, dan lain-lain) dan profesi mulia (seperti: dokter, polisi, jaksa, hakim, advokat, dan lain-lain). Pengertian profesi lebih khusus dari pengertian pekerjaan.

Sebuah profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan dari orang lain apabila dalam dirinya ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada orang lain atau masyarakat yang memerlukannya. Tanpa etika profesi apa yang semula dikenal sebagai sebuah profesi yang terhormat akan segera jatuh menjadi sebuah pekerjaan yang mencari nafkah biasa yang sedikitpun tidak diwarnai dengan nilai idealisme dan ujung-ujungnya akan berakhir dengan tidak adanya lagi respek maupun kepercayaan yang pantas diberikan kepada profesi tersebut.

Munculnya etika profesi sebenarnya berasal dari adanya penyimpangan perilaku dari penyandang profesi terhadap sistem nilai, norma, aturan ketentuan yang berlaku dalam profesinya. Tidak adanya komitmen pribadi dalam melaksanakan tugas, tidak jujur, tidak bertanggungjawab, tidak berdedikasi, tidak menghargai hak orang lain, tidak adil dan semacamnya.

 PRINSIP-PRINSIP ETIKA PROFESI

Apabila profesi itu berkenaan dengan bidang kesehatan, maka kelompok profesi itu disebut kelompok profesi kesehatan (dokter, perawat, ahli teknologi laboratorium medik, dan profesi kesehatan yang lainnya). Pengembangan profesi kesehatan, tuntutan profesional sangat erat hubungannya dengan suatu kode etik untuk masing-masing bidang profesi. Pengembangan profesi bekerja secara profesional dan fungsional. Mereka memiliki tingkat ketelitian, kehati-hatian, ketekunan, kritis dan pengabdian yang tinggi karena mereka bertanggungjawab kepada diri sendiri dan kepada sesama anggota masyarakat, bahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, mereka bekerja sesuai dengan kode etik, dimana mereka harus rela mempertanggungjawabkan akibatnya sesuai dengan tuntutan kode etik.

Dibawah ini ada 3 prinsip-prinsip etika profesi, yaitu sebagai berikut:

1.         Tanggung jawab. Setiap orang yang mempunyai profesi diharapkan selalu bertanggungjawab dalam dua arah:

 

2.         Dalam pelaksanaan pekerjaanya tersebut dan dalam pelaksanaan hasilnya dimaksudkan supaya kaum professional diharapkan dapat bekerja sebaik mungkin dengan standar diatas rata-rata, dengan hasil yang sangat baik. Tugasnya dapat dipertanggung jawabkan dari segi tuntutan profesionalnya. Untuk bisa bertanggungjawab dalam hal pelaksanaan dan hasil dari tugasnya. Oleh karena itu supaya diterapkan dalam kompetisi prima, bekerja secara efisien dan efektif.

 

3.         Dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada umumnya. Setiap professional diharapkan bertanggungjawab atas dampak dari tugasnya terhadap profesinya, tempat bekerja, sejawat dan keluarganya. Professional berkewajiban melakukan hal yang tidak merugikan kepentinga orang lain. Bahkan diharuskan mengusahakan hal yang berguna bagi orang lain.

 

Keadilan, prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya. Dalam rangka pelaksanaa sebuah profesi, tuntutan itu berarti: di dalam manjelankan profesinya setiap orang profesi tidak boleh melanggar hak orang lain, lembaga atau negara. Sebaliknya kaum professional perlu menghargai hak pihak-pihak lain.

Otonomi, prinsip ini menuntut agar kaum professional memiliki dan diberi kebebasan dalam menjalankan profesinya. Organisasi profesi ikut bertanggungjawab atas pelaksanaan profesi anggotanya akan tetapi yang paling bertanggungjawab adalah anggota itu sendiri secara pribadi. Otonomi juga menuntut agar organisasi profesi secara keseluruhan bebas dari campur tangan yang berlebihan dari pihak pemerintah atau pihak lain manapun juga.

 

 

KODE ETIK KEPERAWATAN NASIONAL DAN DUNIA

Etik merupakan prinsip yang menyangkut benar dan salah, baik dan buruk dalam hubungan dengan orang lain. Etik merupakan studi tentang perilaku, karakter dan motif yang baik serta ditekankan pada penetapan apa yang baik dan berharga bagi semua orang.

Secara umum, terminologi etik dan moral adalah sama. Etik memiliki terminologi yang berbeda dengan moral bila istilah etik mengarahkan terminologinya untuk penyelidikan filosofis atau kajian tentang masalah atau dilema tertentu. Moral mendeskripsikan perilaku aktual, kebiasaan dan kepercayaan sekelompok orang atau kelompok tertentu. Etik juga dapat digunakan untuk mendeskripsikan suatu pola atau cara hidup, sehingga etik merefleksikan sifat, prinsip dan standar seseorang yang mempengaruhi perilaku profesional. Cara hidup moral perawat telah dideskripsikan sebagai etik perawatan. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa etik merupakan istilah yang digunakan untuk merefleksikan bagaimana seharusnya manusia berperilaku, apa yang seharusnya dilakukan seseorang terhadap orang lain.

 

A.  TIPE-TIPE ETIK

 

1.      Bioetik

Bioetik merupakan studi filosofi yang mempelajari tentang kontroversi dalam etik, menyangkut masalah biologi dan pengobatan. Lebih lanjut, bioetik difokuskan pada pertanyaan etik yang muncul tentang hubungan antara ilmu kehidupan, bioteknologi, pengobatan, politik, hukum, dan theology. Pada lingkup yang lebih sempit, bioetik merupakan evaluasi etik pada moralitas treatment atau inovasi teknologi, dan waktu pelaksanaan pengobatan pada manusia. Pada lingkup yang lebih luas, bioetik mengevaluasi pada semua tindakan moral yang mungkin membantu atau bahkan membahayakan kemampuan organisme terhadap perasaan takut dan nyeri, yang meliputi semua tindakan yang berhubungan dengan pengobatan dan biologi. Isu dalam bioetik antara lain : peningkatan mutu genetik, etika lingkungan, pemberian pelayanan kesehatan Dapat disimpulkan bahwa bioetik lebih berfokus pada dilema yang menyangkut perawatan kesehatan modern, aplikasi teori etik dan prinsip etik terhadap masalah-masalah pelayanan kesehatan

 

2.      Clinical ethics/Etik klinik

 

Etik klinik merupakan bagian dari bioetik yang lebih memperhatikan pada masalah etik selama pemberian pelayanan pada klien. Contoh clinical ethics : adanya persetujuan atau penolakan, dan bagaimana seseorang sebaiknya merespon permintaan medis yang kurang bermanfaat (sia-sia).

3.      Nursing ethics/Etik Perawatan

Bagian dari bioetik, yang merupakan studi formal tentang isu etik dan dikembangkan dalam tindakan keperawatan serta dianalisis untuk mendapatkan keputusan etik.

B.     TEORI ETIK

 

1.      Utilitarian

 

Utilitarian berasal dari bahasa latin yaitu utilis yang berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja  satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Dalam rangka pemikiran utilitarianisme, kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah “the greatest happiness of the greatest number”, kebahagiaan terbesar dari jumlah orang yang terbesar.

Kebenaran atau kesalahan dari tindakan tergantung dari konsekwensi atau akibat tindakan Contoh : Mempertahankan kehamilan yang beresiko tinggi dapat menyebabkan hal yang tidak menyenangkan, nyeri atau penderitaan pada semua hal yang terlibat, tetapi pada dasarnya hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan bayinya.

2.      Deontologi

 

Istilah deontologi berasal dari kata deon yang  berasal dari Yunani yang artinya kewajiban. Sudah jelas kelihatan bahwa teori deontologi menekankan pada pelaksanaan kewajiban. Suatu perbuatan akan baik jika didasari atas pelaksanaan kewajiban, jadi selama melakukan kewajiban berarti sudah melakukan kebaikan. Deontologi tidak terpasak pada konsekuensi perbuatan, dengan kata lain deontologi melaksanakan terlebih dahulu tanpa memikirkan akibatnya. Berbeda dengan utilitarisme yang mempertimbangkan hasilnya lalu dilakukan perbuatannya.

Pendekatan deontologi berarti juga aturan atau prinsip. Prinsip-prinsip tersebut antara lain autonomy, informed consent, alokasi sumber-sumber, dan euthanasia.

 

C.     PRINSIP-PRINSIP ETIK

 

1.      Otonomi (Autonomy)

Autonomy berarti mengatur dirinya sendiri, prinsip moral ini sebagai dasar perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dengan cara menghargai pasien, bahwa pasien adalah seorang yang mampu menentukan sesuatu bagi dirinya. Perawat harus melibatkan pasien dalam membuat keputusan tentang asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien.

Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya.

Aplikasi prinsip moral otonomi dalam asuhan keperawatan ini contohnya adalah seorang perawat apabila akan menyuntik harus memberitahu untuk apa obat tersebut, prinsip otonomi ini dilanggar ketika seorang perawat tidak menjelaskan suatu tindakan keperawatan yang akan dilakukannya, tidak menawarkan pilihan misalnya memungkinkan suntikan atau injeksi bisa dilakukan di pantat kanan atau kiri dan sebagainya. Perawat dalam hal ini telah bertindak sewenang-wenang pada orang yang lemah.

 

2.      Berbuat Baik (Beneficience)

Prinsip beneficience ini oleh Chiun dan Jacobs (1997) didefinisikan dengan kata lain doing good yaitu melakukan yang terbaik . Beneficience adalah melakukan yang terbaik dan tidak merugikan orang lain , tidak membahayakan pasien . Apabila membahayakan, tetapi menurut pasien hal itu yang terbaik maka perawat harus menghargai keputusan pasien tersebut, sehingga keputusan yang diambil perawatpun yang terbaik bagi pasien dan keluarga. Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan, memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi.

Beberapa contoh prinsip tersebut dalam aplikasi praktik keperawatan adalah, seorang pasien mengalami perdarahan setelah melahirkan, menurut program terapi pasien tersebut harus diberikan tranfusi darah, tetapi pasien mempunyai kepercayaan bahwa pemberian tranfusi bertentangan dengan keyakinanya, dengan demikian perawat mengambil tindakan yang terbaik dalam rangka penerapan prinsip moral ini yaitu tidak memberikan tranfusi setelah pasien memberikan pernyataan tertulis tentang penolakanya. Perawat tidak memberikan tranfusi, padahal hal tersebut membahayakan pasien, dalam hal ini perawat berusaha berbuat yang terbaik dan menghargai pasien. 

 

3.      Keadilan (Justice)

Setiap individu harus mendapatkan tindakan yang sama, merupakan prinsip dari justice (Perry and Potter, 1998 ; 326). Justice adalah keadilan, prinsip justice ini adalah dasar dari tindakan keperawatan bagi seorang perawat untuk berlaku adil pada setiap pasien, artinya setiap pasien berhak mendapatkan tindakan yang sama. Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.

Tindakan yang sama tidak selalu identik, maksudnya setiap pasien diberikan konstribusi yang relatif sama untuk kebaikan kehidupannya. Prinsip Justice dilihat dari alokasi sumber-sumber yang tersedia, tidak berarti harus sama dalam jumlah dan jenis, tetapi dapat diartikan bahwa setiap individu mempunyai kesempatan yang sama dalam mendapatkannya sesuai dengan kebutuhan pasien. (Sitorus, 2000).

Sebagai contoh dari penerapan tindakan justice ini adalah dalam keperawatan di ruang penyakit bedah, sebelum operasi pasien harus mendapatkan penjelasan tentang persiapan pembedahan baik pasien di ruang VIP maupun kelas III, apabila perawat hanya memberikan kesempatan salah satunya maka melanggar prinsip justice ini.

 

4.      Tidak Merugikan (Nonmaleficience) atau avoid killing

Prinsip avoiding killing menekankan perawat untuk menghargai kehidupan manusia (pasien), tidak membunuh atau mengakhiri kehidupan. Thomhson ( 2000 : 113) menjelasakan tentang masalah avoiding killing sama dengan Euthanasia yang kata lainya tindak menentukan hidup atau mati yaitu istilah yang digunakan pada dua kondisi yaitu hidup dengan baik atau meninggal.

Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien. kewajiban perawat untuk tidak dengan sengaja menimbulkan kerugian atau cidera. Prinsip : Jangan membunuh, menghilangkan nyawa orang lain, jangan menyebabkab nyeri atau penderitaan pada orang lain, jangan membuat orang lain berdaya dan melukai perasaaan orang lain.

Ketika menghadapi pasien dengan kondisi gawat maka seorang perawat harus mempertahankan kehidupan pasien dengan berbagai cara. Tetapi menurut Chiun dan Jacobs (1997 : 40) perawat harus menerapkan etika atau prinsip moral terhadap pasien pada kondisi tertentu misalnya pada pasien koma yang lama yaitu prinsip avoiding killing, Pasien dan keluarga mempunyai hak-hak menentukan hidup atau mati. Sehingga perawat dalam mengambil keputusan masalah etik ini harus melihat prinsip moral yang lain yaitu beneficience, nonmaleficience dan otonomy yaitu melakukan yang terbaik, tidak membahayakan dan menghargai pilihan pasien serta keluarga untuk hidup atau mati. Mati disini bukan berarti membunuh pasien tetapi menghentikan perawatan dan pengobatan dengan melihat kondisi pasien dengan pertimbangan beberapa prinsip moral diatas.

 

5.      Kejujuran (Veracity)

Veracity menurut Chiun dan Jacobs (1997) sama dengan truth telling yaitu berkata benar atau mengatakan yang sebenarnya. Veracity merupakan suatu kuajiban untuk mengatakan yang sebenarnya atau untuk tidak membohongi orang lain atau pasien (Sitorus, 2000).

 

Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat, komprensensif, dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada klien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya selama menjalani perawatan. Walaupun demikian, terdapat beberapa argument mengatakan adanya batasan untuk kejujuran seperti jika kebenaran akan kesalahan prognosis klien untuk pemulihan atau adanya hubungan paternalistik bahwa ”doctors knows best” sebab individu memiliki otonomi, mereka memiliki hak untuk mendapatkan informasi penuh tentang kondisinya. Kebenaran merupakan dasar dalam membangun hubungan saling percaya.

 

Perawat dalam bekerja selalu berkomunikasi dengan pasien, kadang pasien menanyakan berbagai hal tentang penyakitnya, tentang hasil pemeriksaan laboratorium, hasil pemeriksaan fisik seperti, “berapa tekanan darah saya suster?”, bagaimana hasil laboratorium saya suster?’ dan sebagainya. Hal-hal seperti itu harusnya dijawab perawat dengan bener sebab berkata benar atau jujur adalah pangkal tolak dari terbinanya hubungan saling percaya antar individu dimanapun berada.

 

Namun demikian untuk menjawab pertanyaan secara jujur diatas perlu juga dipikirkan apakah jawaban perawat membahayakan pasien atau tidak, apabila memungkinkan maka harus dijawab dengan jawaban yang jelas dan benar, misalnya pasien menanyakan hasil pemeriksaan tekanan darah maka harus dijawab misalnya, 120/80 mmHg, hasil laboratorium Hb 13 Mg% dan sebagainya.

Prinsip ini dilanggar ketika kondisi pasien memungkinkan untuk menerima jawaban yang sebenarnya tetapi perawat menjawab tidak benar misalnya dengan jawaban ; hasil ukur tekanan darahnya baik, laboratoriumnya baik, kondisi bapak atau ibu baik-baik saja, padahal nilai hasil ukur tersebut baik buruknya relatif bagi pasien.

 

6.      Menepati Janji (Fidelity)

Sebuah profesi mempunyai sumpah dan janji, saat seorang menjadi perawat berarti siap memikul sumpah dan janji. Hudak dan Gallo (1997 : 108), menjelaskan bahwa membuat suatu janji atau sumpah merupakan prinsip dari fidelity atau kesetiaan. Dengan demikian fidelity bisa diartikan dengan setia pada sumpah dan janji. Chiun dan Jacobs (1997 : 40) menuliskan tentang fidelity sama dengan keeping promises, yaitu perawat selama bekerja mempunyai niat yang baik untuk memegang sumpah dan setia pada janji.

 

Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia klien. Ketaatan, kesetiaan, adalah kewajiban seseorang untuk mempertahankan komitmen yang dibuatnya. Kesetiaan, menggambarkan kepatuhan perawat terhadap kode etik yang menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan.

 

Prinsip fidelity menjelaskan kewajiban perawat untuk tetap setia pada komitmennya, yaitu kewajiban memperatankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien yang meliputi menepati janji dan menyimpan rahasia serta caring (Sitorus, 2000 : 3). Prinsip fidelity ini dilanggar ketika seorang perawat tidak bisa menyimpan rahasia pasien kecuali dibutuhkan, misalnya sebagai bukti di pengadilan, dibutuhkan untuk menegakan kebenaran seperti penyidikan dan sebagainya.

 

Penerapan prinsip fidelity dalam praktik keperawatan misalnya, seorang perawat tidak menceritakan penyakit pasien pada orang yang tidak berkepentingan, atau media lain baik diagnosa medisnya (Carsinoma, Diabetes Militus) maupun diagnosa keperawatanya (Gangguan pertukaran gas, Defisit nutrisi). Selain contoh tersebut yang merupakan rahasia pasien adalah pemeriksaan hasil laboratorium, kondisi ketika mau meninggal dan sebagainya.

 

7.      Karahasiaan (Confidentiality)

Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada seorangpun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijinkan oleh klien dengan bukti persetujuan. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan, menyampaikan pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga kesehatan lain harus dihindari.

 

8.      Akuntabilitas (Accountability)

Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang profesional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.

 

D.     Fungsi Kode Etik Perawat

Kode etik perawat yang berlaku saat ini berfungsi sebagai landasan bagi status profesional dengan cara sebagai berikut:

 

1.      Kode etik perawat menunjukkan kepada masyarakat bahwa perawat diharuskan memahami dan menerima kepercayaan dan tanggungjawab yang diberikan kepada perawat oleh masyarakat.

2.      Kode etik menjadi pedoman bagi perawat untuk berperilaku dan menjalin hubungan keprofesian sebagai landasan dalam penerapan praktek etikal.

3.      Kode etik perawat menetapkan hubungan-hubungan profesional yang harus dipatuhi yaitu hubungan perawat dengan pasien/klien sebagai advokator, perawat dengan tenaga profesional kesehatan lain sebagai teman sejawat, dengan profesi keperawatan sebagai seorang kontributor dan dengan masyarakat sebagai perwakilan dari asuhan kesehatan.

4.      Kode etik perawat memberikan sarana pengaturan diri sebagai profesi.

 
 
 

A.     Konsep moral dalam praktek keperawatan

 

1.    Advokasi

Arti advokasi menurutu ANA (1985) adalah “melindungi klien atau masyarakat terhadap pelayanan kesehatah dan keselamatan praktek tidak sah yang tidak kompeten dan melanggar etika yang dilakukan oleh siapapun”. Advokasi merupakan dasar falsafah dan ideal keperawatan yang melibatkan bantuan perawatan secara aktif kepada individu untuk secara bebas menentukan nasibnya sendiri. Pada dasarnya peran perawat sebagai advokat pasien adalah memberi informasi dan memberi bantuan kepada pasien atas keputusan apapun yang dibuat pasien. Memberi informasi berarti menyediakan penjelasan atau informasi sesuai yang dibutuhkan pasien. Memberi bantuan mengandung dua peran, yaitu peran aksi dan non aksi.

 

2.    Akuntabilitas

Akuntabilitas mengandung arti dapat mempertanggung jawabkan suatu tindakan yang dilakukan dan dapat menerima konsekuensi dari tindakan tersebut. Akuntabilitas mengandung dua komponen utama, yaitu tanggung jawab dan tanggung gugat. Ini berarti bahwa tindakan yang dilakukan perawat dilihat dari praktek keperawatan, kode etik dan undang-undang dibenarkan atau absah.

 

3.    Loyalitas

Merupakan suatu konsep dengan berbagai segi, meliputi simpati, peduli, dan hubungan timbal-balik terhadap pihak yang secara profesional berhubungan dengan perawat. Ini berarti ada pertimbangan tentang nilai dan tujuan orang lain secara nilai dan tujuan sendiri. Hubungan profesional dipertahankan dengan cara menyusun tujuan bersama, menepati janji, menentukan masalah dan prioritas, serta mengupayakan pencapaian kepuasan bersama. Untuk mencapai kualitas asuhan keperawatan yang tinggi dan hubungan dengan pihak yang harmonis, maka aspek loyalitas harus dipertahankan oleh setiap perawat baik loyalitas kepada pasien, teman sejawat, rumah sakit maupun profesi. Untuk mewujudkan hal tersebut, beberapa argumentasi yang perlu diperhatikan sebagai berikut :

 

o Masalah pasien tidak boleh didiskusikan dengan pasien lain dan perawat harus bijaksana bila informasi dari pasien harus didiskusikan secara profesional

 

o Perawat harus menghindari pembicaraan yang tidak bermanfaat, dan berbagai persoalan yang berkaitan dengan pasien, rumah sakit atau pekerja rumah sakit harus didiskusikan dengan umum.

 

o Perawat harus menghargai dan memberi bantuan kepada teman sejawat. Kegagalan dalam melakukan hal ini dapat menurunkan penghargaan dan kepercayaan masyarakat kepada tenaga kesehatan.

 

o Pandangan masyarakat terhadap profesi keperawatan ditentukan oleh kelakuan anggota profesi. Perawat harus menunjukkan loyalitasnya kepada profesi dengan berperilaku secara tepat pada saat bertugas

B.     Permasalahan dasar etika keperawatan

Bandman dan bandman (1990) secara umum menjelaskan bahwa permasalahan etika keperawatan pada dasarnya terdiri dari lima jenis, yaitu :

 

1.      Kuantitas Melawan Kuantitas Hidup

Contoh Masalahnya : seorang ibu minta perawat untuk melepas semua selang yang dipasang pada anaknya yang berusia 14 tahun, yang telah koma selama 8 hari. Dalam keadaan seperti ini, perawat menghadapi permasalahan tentang posisi apakah yang dimilikinya dalam menentukan keputusan secara moral. Sebenarnya perawat berada pada posisi permasalahan kuantitas melawan kuantitas hidup, karena keluaga pasien menanyakan apakah selang-selang yang dipasang hampir pada semua bagian tubuh dapat mempertahankan pasien untuk tetap hidup.

 

2.      Kebebasan Melawan Penanganan dan Pencegahan Bahaya.

Contoh masalahnya : seorang pasien berusia lanjut yang menolak untuk mengenakan sabuk pengaman sewaktu berjalan. Ia ingin berjalan dengan bebas. Pada situasi ini, perawat pada permasalahan upaya menjaga keselamatan pasien yang bertentangan dengan kebebasan pasien.

 

3.      Berkata secara jujur melawan berkata bohong

Contoh masalahnya : seorang perawat yang mendapati teman kerjanya menggunakan narkotika. Dalam posisi ini, perawat tersebut berada pada masalah apakah ia akan mengatakan hal ini secara terbuka atau diam, karena diancam akan dibuka rahasia yang dimilikinya bila melaporkan hal tersebut pada orang lain.

 

4.      Keinginan terhadap pengetahuan yang bertentangan dengan falsafah agama, politik, ekonomi dan ideologi

Contoh masalahnya : seorang pasien yang memilih penghapusan dosa daripada berobat kedokter.

 

5.      Terapi ilmiah konvensional melawan terapi tidak ilmiah dan coba-coba

Contoh masalahnya : di Irian Jaya, sebagian masyarakat melakukan tindakan untuk mengatasi nyeri dengan daun-daun yang sifatnya gatal. Mereka percaya bahwa pada daun tersebut terdapat miang yang dapat melekat dan menghilangkan rasa nyeri bila dipukul-pukulkan dibagian tubuh yang sakit.

 

Lebih lanjut baca Bab berikutnya mengenai Etika Profesi Keperawatan

 LIHAT PDF ETIKA BAB 2,3,4  

https://drive.google.com/file/d/1pQmLGjlXaA-aIhyZARn4cXiCI3sLiq-G/view?usp=sharing

 

 

DASAR HUKUM PRAKTIK KEPERAWATAN

 

Pengertian Praktik Keperawatan Profesional

Keperawatan adalah fungsi unik dari perawat membantu individu sakit atau sehat dalam melaksanakan segala aktivitasnya untuk mencapai kesehatan atau untuk meninggal dunia dengan tenang yang dapat dapat ia lakukan sendiri tanpa bantuan apabila cukup kekuatan, harapan dan pengetahuan (Virginia Handerson, 1958)

 

Perawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang di dasarkan ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spritual yang komprehensif serta di tujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat baik sakit maupun sehat yg mencakup seluruh siklus kehdpan manusia (Lokakarya keperawatan Nasional 1986)

 

Praktik keperawatan berarti membantu individu atau kelompok dalam mempertahankan atau meningkatkan kesehatan yang optimal sepanjang proses kehidupan dengan mengkaji status, menentukan diagnosa, merencanakan dan mengimplementasi strategi keperawatan untuk mencapai tujuan, serta mengevaluasi respon terhadap perawatan dan pengobatan (National Council of State Board of Nursing/NCSBN). Praktik keperawatan profesional tertuang juga dlm Nurse Practice Art New York 1972 Praktik keperawatan terdapat dalam American Nursing Association/ANA).

 

Instrumen Normatif Bagi Perawat Dalam Upaya Menjalankan Pelayanan Keperawatan

Perawat memiliki tanggung jawab utama yaitu untuk memberikan pelayanan keperawatan kepada setiap individu yang membutuhkan. Pelayanan keperawatan diberikan oleh perawat mulai dari awal kehidupan, sampai individu menghadapi proses kematiannya. Pelayanan keperawatan diberikan kepada individu, keluarga, kelompok dan komunitas. Perawat memiliki empat tanggung jawab yang mendasar, yaitu: untuk mempromosikan kesehatan, mencegah penyakit, memperbaiki derajat kesehatan, mengurangi penderitaan. Untuk menjalankan tanggung jawab ini, profesi keperawatan melindungi kepentingan perawat dalam memastikan praktisi/ pelaksana keperawatan mematuhi kode etik profesi keperawatan.

 

Menurut International Council of Nurses (1965) Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan, berwenang di Negara bersangkutan untuk memberikan pelayanan dan bertanggung jawab dalam peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit serta pelayanan terhadap pasien. Menurut UU Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan pasal 1, bahwa seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi Keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Perawat yang menjalankan praktik keperawatan wajib memiliki Surat Tanda Regristrasi (STR). Salah satu syarat memiliki STR adalah memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah profesi. Meninjau tentang perihal tersebut diatas maka pelaksanaan sumpah perawat merupakan tahap penting sebelum melakukan tindakan keperawatan kepada klien.

 

Profesi keperawatan yang tergabung dalam institusi kesehatan di Indonesia melakukan pelaksanaan sumpah sesuai standar profesi. Standar asuhan keperawatan memiliki definisi pernyataan kualitas yang di nilai dari pemberian asuhan keperawatan terhadap pasien atau klien. Hubungan antara kualitas dan standar menjadi dua hal yang saling terkait erat, karena melalui standar dapat dikuantifikasi sebagai bukti pelayanan meningkat dan memburuk (Wilkinson, 2006 dalam INNA-PPNI, 2015). Sumpah di profesi keperawatan menjadi suatu hal yang dapat digunakan untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas pemberian asuhan. Hal tersebut dikarenakan sumpah yang dilontarkan merupakan janji perawat terhadap diri kepada Tuhan, bangsa dan negara.

 

Perawat dalam menjalankan proses keperawatan harus berpedoman pada

1.    Lafal Sumpah Perawat,

2.    Standar Profesi Perawat,

3.    Standar Asuhan Keperawatan, dan

4.    Kode Etika Keperawatan.

 

Keempat instrumen tersebut berisi tentang norma-norma yang berlaku bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Ketentuan-ketentuan  yang berlaku bagi perawat disebut instrumen normatif, karena keempatnya meskipun tidak dituangkan dalam bentuk hukum positif/Undang-Undang, tetapi berisi norma-norma yang harus dipatuhi oleh perawat agar terhindar dari kesalahan yang berdampak pada pertanggungjawaban dan gugatan ganti kerugian apabila pasien tidak menerima kegagalan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan.

 

a. Lafal Sumpah Perawat

Lulusan pendidikan keperawatan harus mengucapkan janji/sumpah sesuai dengan program pendidikannya, D3 atau S1. Lafal sumpah ada dua macam yaitu lafal Sumpah/Janji Sarjana Keperawatan dan lafal  Sumpah/Janji Ahli Madya Keperawatan.

 

NASKAH/ LAFAL SUMPAH PERAWAT

 

Saya bersumpah bahwa:

1.    Saya akan membaktikan hidup saya // untuk kepentingan kemanusiaan // terutama dalam bidang kesehatan // tanpa membeda-bedakan kesukuan // kebangsaan // keagamaan // jenis kelamin // golongan // aliran politik // dan kedudukan sosial.

2.    Saya akan menghormati setiap hidup insani // sepanjang daur kehidupannya.

3.    Saya akan mempertahankan dan menjunjung tinggi // martabat profesi keperawatan // dengan terus menerus mengembangkan ilmu keperawatan.

4.    Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui // karena pekerjaan dan keilmuan saya sebagai perawat // kecuali jika diminta keterangan untukproses hukum.

5.    Saya akan senantiasa memelihara hubungan baik // antar sesama perawat.

6.    Saya akan membina kerja sama sebaik-baiknya // dengan tenaga kesehatan dan pihak lain // dalam pemberian pelayanan kesehatan.

7.    Saya akan tetap memberikan penghormatan yangselayaknya // kepada guru dan

pembimbing saya.

8.    Saya ikrarkan sumpah ini // dengan sungguh-sungguh dan dengan penuh keinsyafan.

 

Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberi kekuatan kepada saya.

 

Undang-Undang yang berkaitan dengan Praktik Keperawatan

 

Undang-undang praktik keperawatan sudah lama menjadi bahan diskusi para perawat. PPNI pada kongres Nasional ke duanya di Surabaya tahun 1980 mulai merekomendasikan perlunya bahan-bahan perundang-undangan untuk perlindungan hukum bagi tenaga keperawatan. Tidak adanya Undang-Undang perlindungan bagi perawat menyebabkan perawat secara penuh belum dapat bertanggung jawab terhadap pelayanan yang mereka lakukan. Tumpang tindih antara tugas dokter dan perawat masih sering tejadi dan beberapa perawat lulus pendidikan tinggi merasa prustasi karena tidak adanya kejelasan tentang peran, fungsi dan kewenangannya. Hal ini juga menyebabkan semua perawat dianggap sama pengetahuan dan ketrampilannya, tanpa memperhatikan latar belakang ilmiah yang mereka miliki. UU dan peraturan lainnya yang ada di Indonesia yang berkaitan dengan praktek keperawatan :

 

1.      UU No. 9 tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan

Bab II (tugas Pemerintah), pasal 10 antara lain menyebutkan bahwa pemerintah mengatur kedudukan hukum, wewenang dan kesanggupan hukum.

 

2.      UU No. 6 tahun 1963 tentang tenaga kesehatan

UU ini merupakan penjabaran dari UU No. 9 tahun 1960. UU ini membedakan tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana meliputi dokter, doter gigi dan apoteker. Tenaga perawat termasuk dalam tenaga bukan sarjana atau tenaga kesehatan dengan pendidikan rendah, termasuk bidan dan asisten farmasi dimana dalam menjalankan tugas dibawah pengawasan dokter, dokter gigi dan apoteker. Pada keadaan tertentu kepada tenaga pendidik rendah dapat diberikaqn kewenangan terbats untuk menjalankan pekerjaannya tanpa pengawasan langsung.

 

UU ini boleh dikatakan sudah using karena hanya mengklaripikasikan tenaga kesehatan secara dikotomis (tenaga sarjana dan bukan sarjana). UU ini juga tidak mengatur landasan hukum bagi tenaga kesehatan dalam menjalankan pekerjaannya. Dalam UU ini juga belum tercantum berbagai jenis tenaga sarjana keperawatan seperti sekarang ini dan perawat ditempatkan pada posisi yang secara hukum tidak mempunyai tanggung jawab mandiri karena harus tergantung pada tenaga kesehatan lainnya.

 

3.      UU kesehatan No. 14 tahun 1964, tentang wajib keja paramedis

 

Pada pasal 2,ayat (3) dijelasakan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda, menengah dan rendah wqajib menjalankan wajib kerja pada pemerintah selama 3 tahun. Dalam pasal 3 dihelaskan bahwa selama bekerja pada pemerintah, tenaga kesehatan yang dimaksut pada pasal 2 memiliki kedudukan sebagain pegawai negeri sehingga peraturan-peraturan pegawai negeri juga diberlakukan terhadapnya. UU ini untuk saat ini sudah tidak sesuai dengan kemampuan pemerintah dalam mengangkat pegawai negeri. Penatalaksanaan wajib kerja juga tidak jelas dalam UU tersebut sebagai contoh bagai mana sisitem rekruitmen calon pesrta wajib kerja, apa sangsinya bila seseorang tidak menjalankaqn wajib kerja dll. Yang perlu diperhatikan dalam UU ini,lagi posisi perawat dinyatakan sebagai tenaga kerja pembantu bagi tenaga kesehatan akademis termasuk dokter, sehingga dari aspek propesionalisasian, perawat rasanya masih jauh dari kewenangan tanggung jawab terhadap pelayanannya sendiri.

 

 

 

4.      SK Menkes No. 262/per/VII/1979 tahun 1979

Membedakan para medis menjadi dua golongan yaitu paramedic keperawatan (termasuk bidan) dan paramedic non keperawata. Dari aspek hukum, sartu hal yang perlu dicatat disini bahwa tenaga bidan tidak lagi terpisah tetapi juga termasuk kategori tenaga keperawatan.

 

5.      Permenkes. No. 363/ Menkes/ per/XX/1980 tahun 1980

Pemerintah membuat suatu pernyataan yang jelas perbedaan antara tenaga keperawatan dan bidan. Bidan seperti halnya dokter, diizinkan mengadakan praktik swasta, sedangkan tenaga keperawatan secara resmi tidak diizinkan. Dokter dapat membuka praktik swasta untuk mengobati orang sakit dan bidan dapat menolong persalinan dan pelayanan KB. Peraturan ini boleh dikatakan kurang relevan atau adil bagi propesi keperawatan. Kita ketahuai Negara lain perawat diizinkan membuka praktik swasta. Dalam bidang kuratif banyak perawat harus menggantikan atau mengisi kekujrangan tenaga dokter untuk mengobati penyakit terutam dipuskesmas- puskesmas tetapi secara hukum hal tersebut tidak dilindungi terutama bagi perawat yang memperpanjang pelayanan dirumah. Bila memang secara resmi tidak diakui, maka seharusnya perawat dibebaskan dari pelayanan kuratif atau pengobatan untuk benar-benar melakuan nursing care.

 

6.      SK Mentri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 94/Menpan/ 1986,tanggal 4 Nopember 1989, tentang jabatan fungsional tenaga keperawatan dan system kredit poin.

Dalam system ini dijelaskan bahwa tenaga keperawatan dapat naik jabatannya atau naik pangkatnya setiap 2 tahun bila memenuhi angka kredit tertentu. Dalam SK ini, tenaga keperawatan yang dimaksud adalah : penyenang kesehatan, yang sudah mencapai golongan II/a, Pengatur Rawat/ Perawat Kesehatan/Bidan, Sarjana Muda/D III Keperawatan dan Sarjana/S I Keperawatan.System ini menguntungkan perawat karena dapat naik pangkatnya dan tidak tergantung kepada pangkat/ golongan atasannya.

 

7.      UU kesehatan No. 23 tahun 1992

Merupakan UU yang banyak member kesempatan bagi perkembangan termasuk praktik keperawatan professional karena dalam UU ini dinyatakan tentang standar praktik, hak-hak pasien, kewenangan, maupun perlindungan hukum bagi profesi kesehatan termasuk keperawatan.Beberapa pernyataan UU kes. No. 23 Th. 1992 yang dapat dipakai sebagai acuan pembuatan UU praaktik keperawatan adalah :

a.    Pasal 32 ayat 4

Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan, hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.

b.    Pasal 53 ayat I

Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesui dengan profesinya.

c.    Pasal 53 ayat 2

Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.

 

8. UU no 38 tahun 2014 tentang Keperawatan

 

Undang-undang Keperawatan (UUK) merupakan dasar hukum praktek keperawatan. Isi UUK harus diketahui oleh profesi dan calon profesi perawat (mahasiswa). Hal ini dikarenakan, tidak hanya profesi perawat yang membutuhkan UU ini tetapi calon profesi perawat juga harus mengetahui isi dari UUK agar dimasa mendatang bisa menjadi perawat yang taat akan aturan serta menjalankan hak dan kewajibannya sebagai seorang perawat.

 

Undang-undang Keperawatan diatur oleh UU nomor 38 tahun 2014. UUK ini disahkan di Jakarta pada tanggal 17 Oktober 2014 oleh presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam UUK terdiri dari 13 bab dan 66 pasal. Dibawah ini akan dijelaskan isi dari Bab 1-6 Undang-undang keperawatan.

 

BAB I

KETENTUAN UMUM

 

1.    Berdasarkan UUK No 38 2014 Pengertian keperawatan adalah kegiatan pemberian asuhan kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat, baik dalam keadaan sakit maupun sehat.

2.    Pengertian perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi Keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

3.    Pengertian Pelayanan Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat Keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat, baik sehat maupun sakit.

4.    Pengertian Praktik Keperawatan adalah pelayanan yang diselenggarakan oleh Perawat dalam bentuk Asuhan Keperawatan.

5.    Asuhan Keperawatan adalah rangkaian interaksi Perawat dengan Klien dan lingkungannya untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan dan kemandirian Klien dalam merawat dirinya.

6.    Uji Kompetensi adalah proses pengukuran pengetahuan, keterampilan, dan perilaku peserta didik pada perguruan tinggi yang menyelenggarakan program studi Keperawatan.

7.    Sertifikat Kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kompetensi Perawat yang telah lulus Uji Kompetensi untuk melakukan Praktik Keperawatan.

8.    Sertifikat Profesi adalah surat tanda pengakuan untuk melakukan praktik Keperawatan yang diperoleh lulusan pendidikan profesi.

9.    Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap Perawat yang telah memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lainnya serta telah diakui secara hukum untuk menjalankan Praktik Keperawatan.

10.  STR yaitu Surat Tanda Registrasi adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil Keperawatan kepada Perawat yang telah diregistrasi.

11.  Surat Izin Praktik Perawat yaitu SIPP adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota kepada Perawat sebagai pemberian kewenangan untuk menjalankan Praktik Keperawatan.

12.  Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.

13.  Pengertian Perawat Warga Negara Asing adalah Perawat yang bukan berstatus Warga Negara Indonesia.

14.  Pengertian Klien adalah perseorangan, keluarga, kelompok, atau masyarakat yang menggunakan jasa Pelayanan Keperawatan.

15.  Pengertian Organisasi Profesi Perawat adalah wadah yang menghimpun Perawat secara nasional dan berbadan hukum sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

16.  Kolegium Keperawatan adalah badan yang dibentuk oleh Organisasi Profesi Perawat untuk setiap cabang disiplin ilmu Keperawatan yang bertugas mengampu dan meningkatkan mutu pendidikan cabang disiplin ilmu tersebut.

17.  Konsil Lembaga adalah lembaga yang melakukan tugas secara independen

18.  Institusi Pendidikan adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan Keperawatan.

19.  Wahana pendidikan keperawatan adalah fasilitas, selain perguruan tinggi, yang digunakan sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan Keperawatan.

20.  Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintah negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

21.  Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, dan Wali Kota serta perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan.

22.  Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

 

Didalam pasal 2 berisi tentang asas praktik keperawatan yang menjadi landasan para perawat dalam melakukan praktik keperawatan. Asas yang harus diterapkan dalam praktik keperawatan yaitu, perikemanusiaan; nilai ilmiah; etika dan profesionalitas; manfaat; keadilan; pelindungan; dan kesehatan dan keselamatan Klien.

 

Selain itu, didalam pasal 3 dijelaskan tujuan perawat yaitu meningkatkan mutu Perawat;meningkatkan mutu Pelayanan Keperawatan; memberikan pelindungan dan kepastian hukum kepada Perawat dan Klien; dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

BAB II

JENIS PERAWAT

 

Lebih lanjut baca Bab berikutnya mengenai Legal / hukum Keperawatan

liha pdf bab 10

https://drive.google.com/file/d/1AadIrcEX4VTz6Z3n8Do4B-9ODvbbES2k/view?usp=sharing


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DISIPLIN DALAM PROFESI KESEHATAN

 DISIPLIN DALAM PROFESI KESEHATAN  UU NO 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN PDF UU 36 / 2009 https://drive.google.com/file/d/1KJU_LrueXU4Hoo2...